MENAHAN DIRI


MENAHAN DIRI


Tanggal di mana kita dapat kiriman dari orang tua atau hari di mana gaji part-time kita cari mungkin adalah salah satu hari terindah di bulan itu. Angan-angan akan barang yang kita idamkan segera bisa terwujud. Seperti yang kita tahu dan alami adanya media sosial bagaikan pedang bermata dua di satu sisi sangat mempermudah kita saat ingin membeli suatu barang apakah barang itu punya kualitas bagus atau tidak, tahan lama atau tidak lalu apakah kualitas barang sesuai dengan harga barang, dan masih banyak lagi informasi yang bisa kita dapatkan hanya dengan usapan jari. Di sisi lainnya, yes of course, akui saja kita akan lebih sering tergoda karena dengan begitu mudahnya kita tahu barang terbaru yang bahkan akan rilis dan belum dijual bebas di pasaran. Yang cewek mungkin akan tergiur dengan makeup dan fashion keluaran terbaru, yang cowok bisa jadi akan tergiur dengan alat olahraga atau alat game keluaran terbaru apalagi kalau ada penawaran harga khusus. Iya kan? Harus diakui kita sering tergoda dan godaan bertebaran dengan bebas didepan mata. Seberapapun kiriman atau gaji yang kita dapat tidak akan bertahan lama selama kita masih berpusat pada keinginan dan bukan kebutuhan.

Kalau tadi di paragraf sebelumnya kita membahas tentang godaan barang yang percayalah tidak akan pernah ada habisnya selama kita masih hidup di dunia. Tapi tidak semua itu ferguso, karena godaan yang meghampiri kita atau yang kita hampiri tidak selalu berwujud, bisa dipegang, bisa dibeli, bisa dipakai, dll. Salah satu contohnya adalah julid. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kata julid adalah iri hati atau dengki. Lately, julid lebih sering diartikan sebagai sebutan untuk orang yang terlalu pedas dalam mengomentari orang lain, nah mungkin karena orang tersebut iri hati atau dengki jadi langkah termudah untuk mengekspresikan rasa tidak sukanya adalah dengan memberikan komentar pedas kepada orang lain. Godaan semacam ini memang seolah tak tertahankan apalagi kalau kita tidak sendirian dalam berkomentar, yang sudah lezat akan semakin lezat dengan ditambahkan banyak bumbu tanpa kita tahu atau kita mau tahu tentang kebenaran yang sesungguhnya yang kita jadikan patokan adalah rasa iri atau dengki.

Kita hidup berdampingan dengan berbagai macam orang dan kebiasaan. Ada beberapa macam karakter yang satu frekuensi dengan kita dan dengan mereka kita akan lebih mudah untuk menyesuaikan diri. Tapi tidak bisa dihindari kita juga hidup berdampingan dengan orang-orang yang tidak satu frekuensi, beda pemikiran, beda gaya hidup, dll. Iri hati atau dengki bukan karena apa yang orang lain miliki lebih banyak, lebih bagus, lebih besar, lebih indah, dan lebih-lebih yang lain. Iri hati atau dengki sebenarnya menunjukkan ketidakpuasan kita akan hidup kita sendiri. Merasa apa yang dimiliki dan dialami orang lain itu lebih baik dan orang lain itu tidak pantas untuk menerimanya. Sampai disini para pembaca Golden News apakah pernah merasakan hal yang sama? It’s ok itu sangat manuasiawi, bukan berarti saya membenarkan iri hati atau dengki tapi kita manusia harus mengakui pernah iri hati, nah yang membedakan adalah bagaimana sikap kita saat kita merasa iri hati. Menjelekkan orang lain? Mempengaruhi orang lain untuk menjelekkan satu orang tertentu atau kita menerima rasa iri hati tersebut dan berusaha belajar dari pengalaman itu. Rasa iri hati akan tetap ada dan bahkan berkembang kalau kita semakin mengingkarinya. Terimalah dan akui setelah itu hati kita akan lebih lega dan bisa mengambil pelajaran berharga dari hal tersebut. Daripada iri hati kenapa tidak kita melihat dan mensyukuri lebih lagi apa yang sudah Tuhan berikan selama hidup kita. 

by Generation of Arrows
(Youth Community, setiap kamis 18:00wib di Bethany Salatiga)

No comments:

Post a Comment