Amsal 13:22 - Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya, tetapi kekayaan orang berdosa disimpan bagi orang benar.
Setiap orang meninggalkan warisan kepada keturunannya. Warisan bukan hanya harta atau materi, tapi juga sikap, tingkah laku dan karakter. Sebagai orangtua kita harus terus meng-introspeksi diri, benahi yang salah demi masa depan anak-anak kita. Kesalahpahaman antar generasi dimulai dari perbedaan pola pikir antara generasi tua dengan generasi muda. Perlu adanya penyesuaian antara kedua pihak agar terjadi pemulihan relasi antara orangtua anak.
Mal 4:6 - Maka ia akan membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya supaya jangan Aku datang memukul bumi sehingga musnah.
Jika terjadi hati yang saling berbalik, antara bapa (generasi tua) dan anak (generasi muda), maka akan ada hubungan persahabatan antar generasi, antara orangtua dan anak, mereka akan saling membanggakan, saling membutuhkan, saling bergantung dan saling membangun.
Amsal 17:6 - Mahkota orang-orang tua adalah anak cucu dan kehormatan anak-anak ialah nenek moyang mereka.
Anak-anak hidup dan bertumbuh dalam pengaruh dari berbagai sumber. Orangtua membawa pengaruh 70% pada anak mereka hingga usia SMA, pemimpin rohani memberi pengaruh 4% dan pemimpin atau tokoh idola 3%. Jadi ditangan orangtualah terletak kunci membentuk masa depan anak-anaknya.
Mari kita lihat hasil sebuah survey tentang dua keluarga; Max Jukes dan Jonathan Edwards. Jonathan Edwards adalah orangtua yang sungguh-sungguh memberikan perhatian pada pelatihan anak-anak mereka, hasilnya keturunan Edwards dalam beberapa generasi adalah sebagai berikut: 1 AS Wakil Presiden, 3 AS Senator, 3 gubernur, 3 walikota, 13 rektor perguruan tinggi, 30 hakim, 65 profesor, 80 pemegang jabatan publik, 100 pengacara dan 100 misionaris. Sedangkan Max adalah seorang peminum keras, menganggur, tidak memiliki sopan santun dan tidak berpendidikan. Ia hidup egois dan tidak memikirkan keluarganya. Keturunan Max termasuk: 7 pembunuh, 60 pencuri, 50 pelacur, 130 narapidana, 310 orang miskin, dan The "Jukes" merugikan negara lebih dari $ 1.250.000.
Sebagai orangtua kita mengakui bahwa kita menyayangi anak-anak kita, tapi kenyataannya suara anak-anak tidak terdengar, yang terus terdengar adalah suara kita, kehendak kita, kemauan kita dan kebenaran kita sendiri yang ingin kita tanamkan dalam diri mereka.
Survey mengatakan bahwa usia 0-8 tahun anak-anak memiliki tingkat kebahagiaan dalam skala 80%, tapi di usia 18 tahun turun hanya tinggal 18%. Penurunan terjadi pada rentang waktu kita mendidik mereka: di rumah, sekolah bahkan gereja. Sebagai orangtua mari kita belajar kembali membangun relasi yang baik dengan anak-anak kita. Kita harus mengakui bahwa selama ini banyak kesalahan yang kita buat dalam mendidik mereka. Kemauan untuk belajar dan berubah akan sangat membantu para orangtua menjalin persahabatan dengan anak-anak dalam kualitas yang lebih baik.
Pada dasarnya ada 3 akar dalam diri manusia yang harus ditundukkan :
- Egoisme, cara mengatasinya adalah ajari anak-anak untuk melayani.
- Ketamakan, antidotnya adalah ajari anak suka memberi.
- Kepahitan, antidotnya adalah, ajari anak mengampuni.
Kita harus ambil sikap yang jelas jika kita sungguh-sungguh serius membangun keturunan kita. Anak-anak jangan dijadikan objek tapi subyek, karena di usia 7 tahun mereka sudah menjadi manusia yang utuh. Anak selalu adalah AKIBAT, kitalah SEBAB dari semua sikap yang muncul pada diri anak. Oleh sebab itu, cara hidup kita sangat menentukan cara hidup mereka di masa depan. Hiduplah dengan benar supaya anak-anak kita juga hidup dengan benar.
Kita sudah lihat bagaimana orangtua sangat mempengaruhi masa depan keturunan mereka. Mari kita berpikir secara positif, karena begitu besarnya pengaruh yang ditimbulkan orangtua kepada keturunannya, maka orangtua memiliki kesempatan yang sangat besar untuk membentuk masa depan yang baik bagi anak-anaknya. Untuk itu kita perlu memperlakukan anak-anak kita sebagai berikut :
1. LIHATLAH KEBAIKAN-KEBAIKAN ANAK-ANAK KITA.
Seperti cara pandang dunia, kebiasaan kita adalah memandang atau berfokus pada kesalahan anak kita dan mengabaikan banyaknya kebaikan yang mereka buat. Jelilah melihat hal-hal yang baik dalam diri anak-anak kita. Latih diri untuk cepat melihat kebaikan di dalam situasi yang sulit sekalipun. Sadari bahwa semakin dewasa kita harusnya kita semakin menyadari betapa banyaknya kekurangan kita, bahwa betapa kita sudah banyak berdosa, dan kita butuh kasih karunia. Kesadaran ini akan membuat kita mudah menemukan kebaikan orang lain.
Kejadian 35:17-18 Sedang ia (Rahel) sangat sukar bersalin, berkatalah bidan kepadanya: "Janganlah takut, sekali inipun anak laki-laki yang kaudapat." Dan ketika ia hendak menghembuskan nafas--sebab ia mati kemudian--diberikannyalah nama Ben-oni kepada anak itu, tetapi ayahnya menamainya Benyamin.
Ben Oni (anak kesukaran/ penderitaan) diubah menjadi Benyamin (anak keberuntungan/ son of my right hand). Rahel melihat kesulitan, sedangkan Yakub melihat hal-hal yang baik dalam diri anaknya. Dari keturunan Benyamin akhirnya muncul raja Israel pertama, yaitu Saul.
2. BERIKAN TANTANGAN DAN MIMPI BESAR DARI TUHAN.
Jangan batasi anak-anak kita dengan kekuatiran dan ketakutan kita, sehingga mimpi yang kita bangun dalam diri mereka adalah mimpi yang kecil. Bangunlah mimpi yang besar dalam diri anak-anak kita. Miliki referensi yang jelas tentang kekuatan dan kekurangan anak-anak kita, arahkan dan fasilitasi mereka untuk mempergunakan potensi dan kekuatan mereka membentuk masa depan. Atau adakalanya, kalaupun kita berikan mimpi besar, bukan untuk menggenapkan kehendak Tuhan, tapi hanya untuk mengejar mimpi kita sebagai orangtua. Hal inipun salah. Ajarai anak-anak untuk memiliki mimpi Tuhan yang besar.
2. BERIKAN TANTANGAN DAN MIMPI BESAR DARI TUHAN.
Jangan batasi anak-anak kita dengan kekuatiran dan ketakutan kita, sehingga mimpi yang kita bangun dalam diri mereka adalah mimpi yang kecil. Bangunlah mimpi yang besar dalam diri anak-anak kita. Miliki referensi yang jelas tentang kekuatan dan kekurangan anak-anak kita, arahkan dan fasilitasi mereka untuk mempergunakan potensi dan kekuatan mereka membentuk masa depan. Atau adakalanya, kalaupun kita berikan mimpi besar, bukan untuk menggenapkan kehendak Tuhan, tapi hanya untuk mengejar mimpi kita sebagai orangtua. Hal inipun salah. Ajarai anak-anak untuk memiliki mimpi Tuhan yang besar.
Yes. 49:6 - "Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi."
Bagi diri kita dan anak-anak kita, kita harus miliki visi yang besar, pikirkan hal-hal besar, lakukan hal-hal besar, jangan cepat puas dan tinggal di comfort zone kita. Kasih karunia harus disikapi dengan benar, bukan untuk menjadi malas, tapi membuat kita harus bekerja keras. Seseorang lulus sarjana S2, baru menggunakan 10% otaknya, jika dalam waktu 3 tahun tidak terpakai ilmunya, maka akan merosot. Semakin tua jangan semakin merosot, teruslah berkembang supaya kemampuan kita tidak berhenti atau merosot.
Ringkasan Kotbah Minggu, 5 Februari 2017, Pdt. Bambang Hengky
sumber gambar ilustrasi: google.com
No comments:
Post a Comment