(Tidak) Ada Obat Anti Takut



(Tidak) Ada Obat Anti Takut
By Gen-A
Generation of Arrows

Sekolah dasar cenderung mengingatkan kita pada waktu-waktu dimana kita sangat tidak menyukai pelajaran Matematika, tidak suka atau tidak cocok dengan cara guru Matematika mengajar, keringat dingin saat akan menghadapi tes atau ujian Matematika, cenderung malas mengerjakan PR mata pelajaran Matematika, mati-matian cari guru les demi bisa mengangkat nilai di raport, saat pelajaran Matematika kita hampir selalu hilang fokus, ngobrol dengan teman, dan pada akhirnya tidak mengerti tugas atau materi yang diberikan. Bisa jadi juga sejak usia dini kita sudah ditakut-takuti oleh orang tua atau kakak-kakak bahwa pelajaran Matematikan itu nggak asik dan menakutkan. Jadi sejak dulu karena kita sudah terpengaruh akan dogma yang ada kita membenci mata pelajaran Matematika.
Biasanya kalau sejak kecil kita tidak suka atau antipasti dengan mata pelajaran Matematika, kita cenderung mencari jurusan kuliah yang minim unsur Matematikanya. Jurusan-jurusan seperti Akuntansi yang mengharuskan kita untuk belajar audit, jurusan Psikologi yang melibatkan perhitungan data statistic biasanya sangat dihindari. Lebih lagi yang memilih jurusan Matematika, Kimia, Elektro, jurusan yang seperti itu lebih sedikit peminatnya. Sebenarnya, semua jurusan pasti masih terkait dengan Matematika, hanya saja presentasenya yang berbeda-beda. Bahkan ada rasa takut tidak dapat mengerjakan soal Matematika yang dikenal dengan sebutan fobia Matematika (Mathematics Anxiety). Ternyata fobia-fobia yang kita kenal selama ini masih belum lengkap karena ada fobia Matematika juga dan mungkin karena sejak dulu kita jarang sekali mendengar sesuatu yang asik tentang Matematika.

Pengalaman takut terhadap mata pelajaran tertentu atau terhadap gurunya memang kerap dialami oleh semua tingkatan siswa. Jangan hanya mengkambinghitamkan mata pelajaran matematika atau mata kuliah statistik sebagai sumber ketakutan utama, ada juga yang takut dengan mata pelajaran olahraga atau pendidikan jasmani karena merasa saat pelajaran itu bisa disiksa secara fisik oleh gurunya. Oh betapa ketakutan yang dirasakan manusia itu sangat kompleks. Bisa kaerna trauma masa lalu, ditakuti oleh senior, kakak kelas atau bahkan orang tua sendiri. Ada juga takut berlebihan dengan peniti, kancing baju yang lepas, karet gelang, balon, dan masih banyak lagi.

Takut yang kita rasakan itu manusiari, emosi-emosi seperti takut, malu, sedih, senang, curiga memang ada di dalam pikiran kita. Spesial untuk rasa takut yang bisa membuat kita kurang maksimal dalam menjadi versi terbaik dari diri kita. Takut mencoba, takut menerima, takut menghadapi, takut melangkah, takut gagal dan masih banyak jenis takut yang lain. Selalu saja ada alasan untuk takut, hal yang asing, hal yang tidak kita suka, hal yang bisa berpotensi untuk melukai seringkali kita hindari, padahal tanpa kita tahu hal-hal itu juga bisa membuat kita belajar hal baru dan bahkan membuat kita menjadi versi terbaik dari diri kita. Berapa kali kita makan pedas kemudian diare, beberapa hari atau beberapa minggu kemudian kita tegiur untuk mencoba makan pedas lagi karena kita tahu bagaimana nikmatnya makanan pedas. Coba kalau ketakutan kita akan matematika atau mata kuliah yang sulit itu seperti kita kapok sementara akan makanan pedas. Seperti kita kapok minum kopi karena terlalu pahit, mungkin jenis kopi yang kita pilih, bagaimana mengolahnya atau bagaimana cara menikmatinya yang belum ketemu feelnya. Betapa mengganggunya matematika dalam hidup sebaiknya kita hadapi, toh kita tidak sendirian, kita masih bisa minta bantuan dari guru, kakak senior, kakak angkatan bahkan teman kita. Selalu ada jalan kalau kita mau berusaha mencarinya, hikmat Tuhan selalu ada bagi kita yang mau menerima dan melakukannya. Anak muda Indonesia, anak muda yang semangat menerima di masa depan, GenA Faster!!


tirto.id

No comments:

Post a Comment